About me

Blog

13 July 2008

Surat Keberatan Saya, Atas Judul Air Zam Zam di Senayan MBM Tempo Edisi 7-13 Juli 2008





Kutipan lengkap:

Kepada Yth Pemimpin Redaksi
MBM Tempo di Jakarta



"Jurnalist berakar kata journal. Berdefinisi catatan (rutin) harian. Itulah sebutan untuk pencari berita. Kadang disebut sebagai pewarta atau wartawan. Kadang disebut si pembawa berita.Dalam tradisi keagamaan pembawa pesan atau pembawa berita disebut rasul, atau messenger. Tradisi ini berlanjut dan dikembangkan dengan baik oleh ilmuwan yang juga pengelana asal kota Bukhara. Ilmuwan yang bernama lengkap Muhammmad bin Ismail bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi tersebut mengembangkan pohon akar sumber berita. Atau pohon referensi.

Singkatnya: setiap kutipan perkataan, peristiwa dan situasi lahirnya peristiwa harus dilakukan otorisasi sebelum diberitakan ke masyarakat. Jadi jika ada seseorang mengabarkan tentang suatu peristiwa maka si pembawa kabar tersebut harus lolos uji otorisasi. Seperti; Dia benar-benar bisa membuktikan bahwa dia ada di lokasi kejadian tepat pada saat kejadian tersebut (TKP). Dia tidak berbohong. Dia tidak punya track record berbohong. Tidak punya sifat mudah lupa. Bersedia disumpah. Memiliki integritas dan memiliki kesadaran resiko pertanggungjawaban atas ucapannnya, tanpa melakukan penambahan atau pengurangan konten (matan) hadis/berita. tanpa memasukkan opini pribadi dst.

Karenanya ketika diterapkan dalam penulisan sejarah dan perkataan Nabi Muhammad, segera saja tulisannya yang diberinya judul Sahih Bukhari tersebut menjadi rujukan utama pakar metodologi riset dan penulisan sejarah modern khususnya sejarah Islam.

*****

Lalu, jika kemisian seorang jurnalis adalah semulia seorang nabi, semulia seorang rasul, setidaknya semulia seorang periwayat hadist dalam tradisi keilmuan periwayatan berita. Mengapa jurnalis /redaksi Tempo melakukan abuse of holy mission-nya sendiri terhadap pemberitaan kasus Suap BI edisi 7-13 Juli 2008 ?
Mengapa jurnalis Tempo, abai terhadap prinsip tanpa menyisipkan opini dalam penyajian berita? Bahkan, mengapa Tempo memberi judul sangat sinistik, melakukan penyempitan makna air zam zam, dan menggantikan makna kesucian air zam-zam dengan suap yang bersifat haram ? Singkatnya, mengapa Tempo menggiring dan menjebak pembaca, khususnya saya, untuk ikut mengkonotasikan suap dari pejabat BI sebagai Air Zam Zam?


Saya baca dengan cermat sampai letak titik komanya. ternyata hanya bersandar pada separagraf kalimat. Sumber Tempo berkisah bagaimana politikus Senayan tak segan melontarkan "kalimat bersayap".Dalam rapat kerja dalam masa-masa genting itu." Mana nih air zam zamnya" atau "ini ada ongkosnya loh"....dst. Ini
judul lengkapnya "Air Zam Zam di Senayan" berada dihalaman 26. Dengan tagline Politik Suap DPR.
Pertanyaan saya adalah;

1. Jika sumber Tempo tersebut adalah seseorang yang ikut hadir dalam rapat yang berujung pada kasus suap tersebut. Siapakah sumbernya? Okelah, Tempo bisa menyembunyikan narasumbernya berdasar UU Pers. Tapi untuk urusan yang mengakibatkan terjadinya pelecehan dengan " mengonotasikan air zam zam yang sangat dimuliakan orang Islam itu sebagai suap alias sesuatu yang diharamkan dalam hukum Islam itu sendiri" tidaklah dianggap cukup bagi Tempo untuk mengubah 'keangkuhan jurnalismenya' dengan tetap melindungi sumber yang abstrak alias ghoib tersebut?

2. Jika Tempo meyakini sumber yang mengutip kalimat tersebut benar, serta ada (bukan ghoib) mengapa Tempo tidak berani menyebut nama wakil rakyat yang meminta-minta suap tersebut dalam penulisan beritanya? Setidaknya inisialnya? Apakah itu berarti sumber yang dilindungi Tempo tersebut adalah orang yang sama dengan yang meminta-minta suap dengan kalimat bersayap "Mana nih air zam zamnya?"

Jika asumsi tersebut benar, maka bolehkah saya bertanya kepada Redaksi Tempo: "Inikah bentuk sumbangsih terbaik Tempo dalam pemberantasan korupsi kepada masyarakat madani yang telah dijargonkan generasi awal Tempo?" Atau ini berarti Tempo sedang mencoba bersikap tidak adil dengan menyerang institusi lain karena dianggap gagal mengungkap korupsi. Sementara Tempo tak berani mengambil sikap mengungkap korupsi manakala nama triger koruptor dalam kasus untuk mengungkap Korupsi di Senayan tersebut? Tapi justru malah 'melindungi sang tokoh korupsi dibalik amplop UU Pers yang berada dalam kantong celana Tempo sendiri?

3. Jika Tempo menolak kedua logika kausalitas yang terkandung di dalam pertanyaan saya diatas: Apakah berarti Tempo "mulai miskin kosa kata" sehingga kehilangan kejenakaan dan kecerdasan dalam memilih judul berita? Apakah Tempo tak memiliki kosa kata lain (lagi) selain menjadikan kalimat Air Zam Zam di Senayan yang ditampilkan secara telanjang tanpa tanda quotation (") sehingga sangat sulit untuk diartikan ini bukan sebagai pengkonotasian?

4. Jika keadaan Tempo tidak seperti penggambaran saya di huruf (3) Mungkinkah Tempo Menyampaikan Pengumuman Penggantian Judul Air Zam Zam di Senayan dengan judul yang lain pada edisi berikutnya setelah edisi dimaksud surat keberatan ini?

5. Jika kemungkinan nomor (4) tidak mungkin untuk dilakukan juga. Sepertinya saya harus menyiapkan diri untuk ikut "belajar kelompok" dengan kawan-kawan jajaran redaksi dan jurnalis di Tempo tentang jurnalisme gaya baru Tempo: menciptakan "tokoh abstrak"untuk mengintroduksi sisipan opini wartawannya (atau redaksinya) dalam pemberitaan agar terselamatkan saat terjadi penuntutan sekelompok masyarakat atau perorangan (yang berkepentingan) dengan konten berita secara langsung, menjadi terganggu keyakinannnya . Dalam hal ini saya secara pribadi menyatakan sangat keberatan atas 'pengkonotasian istilah air zam-zam menjadi 'semacam suap atau sogokan'.

6. Dan tentu saja rasanya saya harus bersedih hati, karena Tempo akan kehilangan seorang pelanggan barunya.

Mohon maaf
Jika saya hanya mewakili diri saya sendiri, dalam keberatan penggunaan istilah Air Zam Zam di Senayan untuk menggambarkan uang sogokan, sebagaimana keberatan saya jika seandainya Tempo menggantinya dengan judul Roti Hostia di Senayan untuk menggambarkan hal yang sama.

Hormat Saya

Rahmad Agus Supartono
www. guswaelah.blogspot.com
Email: guswaelah@yahoo.com
Gtalk: ras.redaksi@gmail.com
IM:rasredaksi"


13 comments:

Kristina Dian Safitry said...

senang sekali jika saya menjumpai orang orang yg berani mengatakan keberatannya soal pemberitaan...

Anonymous said...

Iya nih Tempo payah. Saya juga baca edisi itu. Apa karena menganggap dirinya sebagai ''Suhu''nya para majalah mingguan berita lantas Tempo sembarangan ngasih judul berita dengan pemikiran yang dangkal.
Statement dari narasumber tidak langsung kok dijadikan judul.
G J

firdaus said...

Alhamdulillah.. saya tidak pernah men"suhu"kan pewarta berita kecuali Rasulullah SAW.

Jazakallah Khairan Gus, sudah berani mengingatkan. InsyaAllah tugas Antum selesai.

Untuk pihak tempo. Ada baiknya, jika sedikit saja punya hati "mencari kebenaran". Tolong di tanggapi dulu.

Gelandangan said...

Wahh Tempo emank Tempo doloe payah

gus said...

>>Kristina Dian Safitry: saya jg bhgia bs kenalan dengan Mba Safitry. utk kasus ini say cm belajar memulai kebrnian mengkritik lembaga besar ko...
>>Anonymous : iya, dulu juga mrk yg ngajari sy merportase berita
>>Firdaus:sebenarnya saya sadar, kalau protes atau suara saya hanya mirip judul filmnya Garin bagi Tempo : Pasir berbisik....
>>Gelandangan: emang getu Kang, Dulu Tempo Jadi referensi bnyk org. Smua org, institusi tak akan lolos dr kritikan Tempo. Tapi sy jd takut, jangan2 kekurangan terbesar Tempo adalah 'takut mengkritik dirinya sendiri'...

edisamsuri said...

Kebenaran itu memang harus diperjuangkan bang...keep going

Zain said...

betul kang saya setuju, untung saya bukan pelanggan TEMPO jadi mereka tidak kehilangan pelanggan ke-2

Mike.... said...

waduh..padahal saya uka bgt baca tempo..

Lyla said...

maap lama baru mampir balik... ceritaku dari bandung part 2 dan part 3 udh updet nih...tunggu part 4 ya...mampir lagi ya... :)

chodirin said...

udah dikirim ke tempo belum keberatannya mas?

Panda said...

Panda tertarik nih sm artikel ini mas..
salut..
maju terus, free your voice!!!

admin said...

@edy samsury>> makasih Kang atas energy spiritnya
@zain>> hahaha...
@mike>> sy juga kang, suka juga.
Lyla>> nyadar ko klo Jeng lyla type org yg sibukers alias sibuk bgt...tetap smangat
@chodirin>> sudah terkirim pada saat posting kok. termasuk ke PWI dan Dewan Pers.Tempo juga sudah nanggapi dgn cara menjadikan surat protes sy sbg hak jawab. PWI dan Dewan Pers juga sudah nanggapi. Tembusannya dikirim via email sy Kang. Tapi ya gitulah Tempo...arogansinya ga mungkin disembuhkan. Btw, stidaknya sy bsa saling 'Misuh ala suroboyoan dgn salah satu redaksinya. maklum dulu samping teman hunting foto, juga hunting berita. Dia di Harian Nasioanal. Saya di Gatra.
@Panda>> maksih atas sumbangan semangatnya Kang

Rakia said...

Tempo edan.....
kyknya mereka emang kehabisan kosakata nih Beh...
biar aq share di FB...
*udah telat belum yah?* soale ini tulisannya wkt masih di blog semarangreview...itu di akhir tulisan blm diganti gus[w]aelah << kenapa 'w' masuk kurungan? :D

*kometn pake domain anakku akh...*

Post a Comment