About me

Blog

29 April 2012

#Hardiknas: Ayolah, Sudah Saatnya Kita Jujur Berkata tentang Sejarah

Sejak beberapa waktu silam. Ditemani kawan jurnalis. Kembali, saya memutari hampir semua Pameran Buku. Mencoba mengaduk- aduk tumpukan buku sejarah. Khususnya tentang sejarah kemerdekaan bangsa. Banyak buku. Dari berbagai penerbitan yang diperuntukkan sebagai pendamping atau buku utama pelajaran sejarah di sekolah.

Namun buku sejarah tetap saja menulis seperti tahun-tahun sebelumnya. Nyaris tak ada perubahan fundamental. Selalu saja anak-anak SMP dan SMA kita disuapi dengan narasi sejarah, bahwa hanya ada dua nama besar. Figur sentral: Yaitu dua orang pembaca naskah proklamasi Sukarno-Hatta sebagai figur utama. Sedang tokoh lainnya, hanya ditempatkan sebagai pemain figuran dalam sejarah kemerdekaan.


Padahal semua orang mengetahui, bahwa ada puluhan tokoh utama sekaligus yang tergabung dalam BPUPKI, atau tokoh lainnyaseperti Sudirman, Tan Malaka, M Natsir, Bung Tomo (Surabaya), Supriadi (Blitar), Haji Mohammad Thoha (Tasikmalaya), Otto Iskandar Dinata (Bandung), Daud Beureuh (Aceh), Maridjan Kartosuwiryo ( Siliwangi, Pasundan), Amir Syarifudin, Syafrudin Prawiranegara (Sumatera), Haji Tirta (Betawi), Mgr sugiyopranoto, yang sangat layak untuk ditampilkan sebagai tokoh utama kemerdekaan .

***

Lalu mengapa sepertinya sejarah bangsa yang sangat besar ini hanya menyorot dua figur pembaca proklamasi saja. Seolah sebuah filem. Sukarno-Hatta ditempatkan sebagai pemain utama. Selainnya adalah pemeran pembantu dan figuran semata?

Padahal semua orang tahu. Bahwa, sebagian besar akar pemikiran Sukarno kerap berujung pada pemikiran Tan Malaka, dan HOS Tjokroaminoto. Cobalah lihat Sukarno beberapa kali menenteng buku tulisan Tan tentang konsep republik. perhatikan gagasan-gagasannya yang tertuang dalam Api Islam yang memuat banyak pokok-pikiran Tjokroaminoto sang mertua yang sekaligus mentor politiknya. lalu cermati sebagian besar naskah pidato Sukarno yang dikemudian hari sangat terkenal itu ternyata adalah naskah yang dihasilkan dari diskusi dan polemik kenegaraan dengan A Hasan atau M. Natsir.

Demikian juga dengan Hatta. Orang sering melihat hanya dia yang pantas menjadi simbol ketaatan administrasi dan keteladanannya dalam hidup sederhana. Namun, cobalah untuk menjawab pertanyaan ini: Siapakah tokoh pejuang kita yang hidup berkecukupan dikala itu?

Cobalah sesekali menegok Natsir. Hanya mampu mengenakan jas bertambal saat dilantik sebagai Menteri Penerangan. Dan tetap sederhana sampai jabatan Perdana Menteri ke-5. Rumahnya hanya kontrakan dibilangan Jakarta Pusat. Rumah pemberian negara saat dia pensiun dari perdana menteri tak mampu ditempatinya karena Pajak Bangunan (PBB) yang tinggi. Selalu meninggalkan mobil dinas dan berganti kendaraan umum. seringnya nunut boncengan sepeda motor DN Aidit pulang seusai sidang kabinet. Karena pulang dari urusan dinas adalah urusan pribadi, begitu pendapatnya. Atau tengok pula H Agus Salim. Tokoh yang tak kuat membayar listrik untuk penerangan rumahnya yang kecil saat posisinya sudah menjadi diplomat dan menteri Luar Negeri.

*****

Soal perlawanan rakyat semesta di pinggiran kota? Tengoklah Kyai Hasyim Asy'ari. Tokoh kaum bersarung yang tak lelah mengajarkan tradisi perlawanan terhadap kolonialisme di serambi pesantren. Si Tenang yang kemudian membuat sebuah resolusi terpenting bagi perlawanan dan perjuangan kemerdekaan di pelosok negeri. Resolusi Jihad namanya. Resolusi yang belakangan diketahui telah menggerakkanperlawanan dengan cara nekad meskipun senjata yang ada hanya bambu runcing dalam perang suci 10 Nopember Surabaya.

Pertempuran yang tak seimbang dari tinjauan militer. Tapi itulah pertempuran yang mempermalukan Brigade 49 dari Divisi V yang diboncengi NICA. Sekedar tahu, pasukan inggris yang dikenal dengan Fighting Cock, adalah kebanggaan Inggris yang berhasil menghancurkan Burma, menghajar Jepang di Asia Tenggara dan medan tempur lain waktu itu. Bukan itu saja, dalam pertempuran ini pula, sejarah Inggris yang tak pernah kehilangan jenderalnya di medan pertempuran manapun menjadi terpatahkan. jenderal Mallaby tewas hanya dalam hitungan minggu di medan pertempuran 10 Nopember itu.

*****
Soal kegigihan mempertahankan republik dengan tentara reguler? Tengoklah mantan guru Sekolah Muhammadiyah di Cilacap kelahiran Banyumas, yang memilih bergerilya: Jenderal Sudirman. Hampir tak ada bukit yang tak dilintasinya, di pulau Jawa ini. Hanya untuk menggerakkan pasukan dan relawan perang. Taktik gerilya dan sistem Hankamrata yang disusunnya bersama Tan Malaka. Mampu menahan Belanda memasuki daerah pertahanan terakhir. yang sekaligus ibukota peralihan, Jogyakarta.

Ini yang ingin saya ceritakan: Dia melakukan semua peperangannya dengan berjalan kaki. Sedikit berkuda. Dan terbanyaknya ditandu. Karena paru-parunya sudah membusuk sebelah. Fisiknya tak sekuat tekad dan gagasan besarnya. Kalau kita mengetahui hirarki militer. Maka pangkat tertinggi yang memimpin pasukan di lapangan adalah Kolonel. Jadi, dialah satu-satunya militer yang berpangkat Jenderal penuh, berbintang 4 dipundak, yang masih memimpin pasukan di medan laga sampai fisiknya tak mampu digerakkan lagi.


Tak heran bila, suatu hari Sukarno. Merasa perlu "menghadiahi dirinya sendiri" dengan sebutan Panglima Tertinggi Angkatan Perang Jenderal Soekarno. Tidak cukup itu. Dia bahkan menambah satu bintang lagi untuk dirinya. Menjadi berbintang 5 dipundak. Hanya karena wibawanya tak tertolong lagi dikalangan gerilyawan saat itu. Hal yang sama ditiru Suharto beberapa puluh tahun kemudian untuk alasan bermiripan.

*****

Rupanya sejarah tetap bertahan dengan pemeo lama. Bahwa dogma kekuasaan kadang lebih dimenangkan demi kepentingan politik sesaat dibandingkan keontetikan sejarah itu sendiri.

Karenanya, pada peringatan Hardiknas kali ini. Saya ingin mengajak santri-santri kecil saya di pesantren Tahfidz Qur'an untuk menziarahi makam yang tak ada penyebutan kata "pahlawan" di pusaranya. Tapi saya cukup yakin, bahwa pemilik jasad yang telah berkalang tanah disitu. Sedang tersenyum dengan senyuman termanisnya saat menghadap Sang Khaliq. Bahkan, mungkin dengan jenis senyuman yang mungkin tak pernah bisa dilakukan oleh para aktor utama dalam filem episode sejarah kemerdekaan kita sekalipun.

*Ditulis kembali sebagai surat untuk Seorang Guru
dari Mushollah kecil Pesantren Tahfidz Quran Semarang




42 comments:

wendra wijaya said...

Saya kira, "pahlawan tak dikenal" itu lebih agung, atau bisa juga posisinya lebih aman dari segala politisasi yang terjadi di dalam bangsa ini..

blogspot said...

wah baru tahu tuh bos .. kalau naskah pidato soekarno adalah dari M. Natsir..

but tapi tulisan M Natsir memang bagus bos..

firdaus.a said...

Jadi makin bangga, dengan sempurnany penjagaan sejarah islam. Mulut ke telinga yang kemudian ditorehkan dengan tinta yang terjaga, tapi dengan kualitas penjagaan yang apik. Alhamdulillah.

eeda said...

Menurut kawan Gus, apakah kita punya kapabilitas meluruskan sejarah? Pakar-pakar sejarah di perguruan tinggipun belum sanggup meluruskan sejarah yang sudah disetting pemerintah. Ironis ya, sejarah kok diarahkan sama yang berkuasa pada saat tertentu.

D' said...

MERDEKA!!! Sekali Merdeka Tetap Merdeka
Mari merdekakan hati dan jiwa ke arah kebaikan,
Mari merdekakan nurani kearah kesejahteraan,
Mari merdekakan diri menuju cita-cita yang hakiki
Jangan pernah lupakan asal diri.......

Merdeka Kang GUS....

bozz said...

saya ingin mempertanyakan, apakah jargon "merdeka" sudah tepat untuk disematkan pada bangsa ini ?

Boni Fajarwan said...

ayyooooo, kita sebagai generasi penerus bangsa berbuat yang terbaik

Panda said...

wah.. tulisan yg bagus Pak :)

sdh sepantasnya para pahlawan yg terlupakan diakui pemerintah. Setuju pak ?

tyas said...

yang penting dulu pelajaran sejarahku nilainya 9, pak guru..
walaupun nggak ada yg masih keinget sampe saat ini..
kecuali kalo ngubek2 buku pelajaran SMP SMA lagi...

It's Me said...

berkat jasa pahlwan lah kita bisa merdeka, semoga generasi penerus anak2 muda skrg lebih menghargai jerih payah dari pahlawan

Cewek Juga Cinta Bola said...

bapak mengunjungi makam siapa ??

Azwar said...

iyya! indonesia juga lagi di buat oleh banyaknya orang yang meng-klaim kalo mereka adalah supriadi, pahlawan peta. Sejarah berulang lagi di buka lagi dan meluruskan yang masih di luar jalur. Salam sukses buat review Anda

Kristina Dian Safitry said...

ehm..mudah mudahan kalo mau bikin riset lagi mau melipatkan saya deh. saya juga suka mempelajari sejarah.

subagya said...

Hmmm menimbulkan kontroversi ga nih ya om? ternyata selama ini saya di bodohi oleh sejarah? kembali mana yang benar yang penting saatnya kita mempertahankan kemerdekaan ini. Merdeka!!!

cahpesisiran said...

banyak sejarah yang tak terungkap ke publik ya.

enhal said...

Dalam benak saya ketika membaca artikel ini langsung mengatakan bahwa sesungguhnya bangsa ini masih perlu banyak belajar dan belajar..Pahlawan-pahlawan yang sesungguhnya tidak pernah mendapatkan sebuah tempat yang layak, para pahlawan kita hanya dianggap sebagai orang yang melakukan aktivitas dalam memperjuangkan kemerdekaan..saya bangga baca tulisan dan jujur saya copy buat saya simpen karena bagi saya tulisan ini begitu dalam dan tidak tanggung-tanggung dalam menjelaskan keadaan yang sebenarnya walau masih sedikit dari yang sesungguhnya..sekali lagi saya minta buat copy tulisan ini...

Blogger Addicter said...

wah..beneran nie kang belum dirubah sama sekali kurikulumnya..??duhhh..tega banget pemerintah dari dulu itu terus bukunya..paling cuma diubah sampul sama gambar doang yah kang..wihhh..untung kang gus sudah survey duluan..wah keterlaluan banget kang..terus apa yg musti dilakuin nie kang klo udah kaya gini..??

Sinopi said...

siapa..? ga ada namanya..

apiscerana said...

kekuasaan bisa membantu untuk mendapatkan apa saja..

tukeran link kang...??
udah terpasang dengan rapi nih di DI BLOG KU

richard™ said...

biarkan cinta meluruskan semua. mari bercinta, karna pusara tak beremblemkan pahlawan itu mengajarkannya. soal ada yang tak ingin bercinta, tak salah juga melawannya. karna cinta, tak boleh berdusta.

Benny said...

amin.. kita doakan smoga arwah para pahlawan kita semuanya masuk surga..


MERDEKA...!!! udh telah ya pak.. hehe

Oeoes said...

para penulis sejarahnya takut pada para penguasa kali kang

mascayo said...

semakin hari semua yang telah saya pelajari harus direset ulang ... mudah-mudahan saya bisa menceritakan sejarah yang benar tentang bangsa ini untuk anak-anak saya.. tulisan ini salah satunya ... *menanti pemimpin pelurus sejarah ma gus ..

ammadis said...

Heran juga yaa...Kapan Republik makmur ini punya pemimpin tanpa pangkat dan gelar tapi bisa membuat Republik ini jauuuh lebih manusiawi dan maju tanpa embel-embel juga tentunya....

Makasih ya Kang dah mo mampir ke blog koe...!

Fiz said...

Semoga segala perjuangan dan kebaikan para pahlawan kita diterima di sisi-Nya.... Amien
Merdekaaaaa....!!!!

kRucIaL said...

ouw gitu yah cerita aslinya...
ckckckck...
bwat aku klo sejarah udah ga bener, biarin aj lah, tatap kedepan aj dan ga usah kembali ke masa yang lalu toh masih banyak yang harus kita benahi kedepannya....
hah? ga usah diluruskan dah sejarahnya, tar yang ad pemerintah bikin tim khusus penyelidikan yg ga jelas juntrungannya, ngabisin uang negara, tar rapat di DPR dewannya minta uang lembur dsb. Mending uangnya dialokasikan untuk orang2 kecil...^^
klo pendapatku itu sih...

Mike.... said...

woww..tajam ulasannya mas gus..perlu dibaca hingga habis..he..he...
mike kurang gtu suka sejarah sih,terbukti kn sejarah bangsa ini banyak dimanipulasi..

Mama Shasa dan Syafiq said...

Aduh Calon besan pinter banget bikin postingan ini.. lebih enak baca yg ini dari pada buku sejarah yang dijual di pasaran... lebih lengkap dan gak ada yang di tutup2i..

admin said...

test

meme story said...

justru yg ngga ada namanya itu sebenernya yg bener2 pahlawan ...

nita said...

saya rasa hal spt itu tak cuma terjadi di indonesia saja. gak usah jauh2 ngeliat sejarah perjuangan, dalam kehidupan sehari2 aja sering terjadi. dlm sebuah perusahaan pun nama harum dan gelar brilian kerap disematkan kpd pimpinan, tak jarang anak buah/sang penelur ide tak mendapat recognition yg setimpal...begitu banyak pejabat yg membacakan paper ilmiah dg mengaku paper tsb adalah karyanya, meski sebenarnya adalah karya stafnya:)

Bayu Aditya said...

smoga para arwah pahlawan dahulu bisa diterima di sisiNya

papapam traffic said...

banyak memang tokoh sentral, yang pada saat kemerdekaan secara heroik melawan penjajah tanpa pamrih yang pada akhirnya tergerus oleh masa dan dilupakan..

Rofi said...

merdekaaaaaaaaaa

mari merdekakan kemerdekaan ini.

Gun said...

Bener2 luar biasa perjuangan mereka yah Kang...
Kok ziarah gak ajak2 sih..Jovie kan pengen ikuuuttt :(

Adieska said...

Sepakat... Apalagi Tan Malaka. Betul2 terlupakan. Hanya orang2 organisasi dan aktivis yang kenal dengan beliau. Orang Indonesia paling jenius dengan segala konsep dan teori yang disaringnya dari luar untuk keperluan bangsa ini. Madilog merupakan kunci sukses kalo saja para pemimpin mau menggunakannya sebagai wacana untuk mensejahterakan bangsa ini

Abi Bakar said...

Memang tidak adil diantara semua panitia persiapan kemerdekaan namun hanya 2 nama yang bergema, sedangkan nama2x yang lain bag ditelan bumi, walaupun mereka tidak mencari nama dan popularitas

NAZA LUCKZANA said...

aku kenal nama tan malaka juga baru beberapa hari dari tv one

guswaelah said...

For ConcluSsion; sejarah sering ditulis sang pemenang pertarungan politik. selera politik lebih dimenangkan dibandingkan akurasi catatan peristiwa sejarah itu sendiri

Kampanye Damai Pemilu Indonesia said...

jadi sejarah yang murni itu memang ga ada ya mas hehe

air freshener said...

ooo... gitu ya? pantesan ya sampe sekarang turunan gak jujur jg

Museum said...

tulisan yang bagus pak, thanks ya

Post a Comment